NATAL: CINTA DAN KEPRIHATINAN ALLAH BAGI MANUSIA
Beberapa Pokok Renungan
tentang Keluarga Kudus Nazaret
Setiap tahun kita merayakan
Natal, merayakan kembali kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus. Dalam perayaan
itu kita merenungkan kembali bahwa misteri
Allah yang berpaling kepada manusia mendapat bentuk yang kongkret dalam
Keluarga Kudus Nazaret. Puncak dari misteri itu adalah penjelmaan Putera Allah
yang terjadi dalam Keluarga Kudus. Dalam keluarga itu jawaban manusia atas
pemberian Allah pun mendapat ungkapan yang paling jelas. Maka dalam Keluarga
Kudus kita menemukan kedua unsur ini: a) Allah mengutus Putera-Nya untuk memberikan keselamatan kepada
kita serta untuk memperdamaikan kita dengan-Nya; b) dalam Maria dan Yusuf umat
manusia menerimanya dengan hati penuh syukur. Berikut ini merupakan pokok renungan
tentang Keluarga Kudus berdasarkan Perjanjian Baru:
1. Keluarga Kudus
seperti Keluarga-keluarga lain
Ketiga
injil sinoptik memuat perikopa tentang pewartaan Yesus di rumah ibadat Nazaret
(Mat 13: 53-58; Mrk 6: 1-6; Luk 4: 14-30). Ketiga
penginjil memberikan reaksi dari pihak pendengar: a) rasa heran, takjub, reaksi
positif atas cara mengajar yang menarik; b) rasa kecewa, menolak, reaksi
negatif: Ia seorang yang biasa yang sudah lama kita kenal, bagaimanakah Ia
berani tampil ke muka seakan-akan Ia seorang yang luar biasa.
Peristiwa
itu sangatlah penting sebagai sumber informasi tentang kehidupan Keluarga Kudus
Nazaret. Meskipun di satu pihak orang-orang Nazaret merasa bangga dan tertarik
dengan pewartaan Yesus, namun di lain pihak rasa kecewa, tersandung, begitu kuat,
sehingga mereka menolak Dia. Reaksi kedua itu hanya masuk akal, kalau ternyata
Yesus dan keluarga-Nya selama puluhan tahun di Nazaret tidak pernah memberi
alasan bahwa Yesus seorang istimewa dan luar biasa. Oleh sebab itu boleh
ditarik kesimpulan bahwa Keluarga Kudus seperti semua keluarga-keluarga lain di
desa kecil Nazaret. Keluarga-keluarga tersebut hidup sebagai petani, sederhana,
tidak kaya tidak miskin. Perumahan, termasuk rumah Keluarga Kudus, cukup baik
jika diperbandingkan dengan perumahan waktu itu di desa-desa lain. Rumah Yusuf
misalnya terdiri atas dua ruangan yang cukup besar; ruangan pertama adalah
suatu gua alam yang diberi tambahan ruangan baru di depan dengan konstruksi
papan. Dan di bawah lantai gua dipahat suatu ruangan ekstra lagi semacam gudang
untuk menyimpan gandum, minyak zaitu, anggur dlsb. Rumah seperti itu cukup
mewah menurut ukuran zaman. Kalau Yusuf/Yesus disebut sebagai “tukang kayu”,
maka harus dimengerti, bahwa di samping pekerjaan sebagai petani ia mempunyai
keahlian khusus sebagai tukang. Kombinasi petani-tukang menjamin suatu
kesejahteraan lumayan, apalagi bagi keluarga kecil seperti mereka. Bagaimana
pun juga, bayangan kita tentang Keluarga Kudus sebagai keluarga yang miskin
tidak berdasarkan fakta.
Penting bagi renungan kita tentang Keluarga Kudus
adalah catatan tadi, bahwa mereka hidup secara biasa, tidak menyolok di
Nazaret. Jadi mereka mengikuti irama pekerjaan, waktu libur, doa yang biasa
bagi keluarga Yahudi saleh di pedalaman.
2. Ketaatan
Unsur lain yang ditekankan dalam
diri Keluarga Kudus adalah ketaatan. Dalam Injil Kanak-kanak kita menemukan
dimensi ketaatan itu. Dalam Injil Matius
dikatakan sampai tiga kali, bahwa Yusuf taat kepada kehendak Tuhan.
Dalam Mat 1:19 dikatakan tentang Yusuf: “seorang yang tulus hati”. Itu
merupakan istilah teknis untuk menggambarkan Yusuf sebagai pribadi yang saleh,
suci, yang hidup dalam segala sesuatu sesuai dengan Hukum Taurat. Lukas
menggarisbawahi kerelaan Maria untuk taat kepada Allah dalam perikopa tentang
Kabar Gembira (“cerita panggilan Maria”, Luk 1: 26-38). Cerita mencapai
puncaknya dalam pernyataan taat Maria kepada kehendak Tuhan yang disampaikan
kepadanya oleh malaikat: “Sesungguhnya….” Cerita tentang Yesus yang hilang di
kenisah memuat dua unsur ketaatan Yesus: ay 49 “Tidakkah kamu tahu, bahwa aku harus berada…” dan dalam ringkasan hidup
di Nazareth sesusah peristiwa itu (ay 51-52) dikatakan: “….. dan Ia patuh
kepada mereka….”.
Tentang Keluarga Kudus sebagai
keseluruhan Lukas menekankan ketaatan, baik ketaatan kepada Allah yang kehendak-Nya
diketahui melalu perintah penguasa politik: perjalanan ke Bethlehem bagi sensus,
maupun kepada Allah yang kehendak-Nya diketahui melalui Hukum Taurat (Luk 2:
22-42).
3. Kesediaan untuk melayani
Maria mengggambarkan diri sebagai
hamba Tuhan (Luk 1:37 dan 1:48). Hamba (atau budak) Tuhan menggambarkan dua
unsur: kebanggaan karena boleh menjadi hamba Tuhan dan kesadaran akan
ketergantungan 100% dari Tuhan: aku ini hanya hamba Tuhan saja, Tuhan boleh
mengatur saya, Dialah majikanku. Tokoh-tokoh besar dalam PL seperti Abraham,
Musa, nabi-nabi diberi “gelar” hamba Tuhan. Disamping itu ada perikopa Luk 1:
39-45, 56 tentang pelayan Maria terhadap Elisabet. Tentang Yusuf Mat 1: 24-25
berceritera, bahwa ia rela menjadi seperti bapa bagi Yesus dan suami bagi
Maria, kedudukan yang istimewa itu memberikan lebih banyak kewajiban daripada
hak kepada Yusuf, tetapi ia bersedia
menerima peranan yang terbatas itu demi Yesus dan Maria.
4. Doa
Renungan tentang doa dalam Keluarga
Kudus harus bertitik-tolak pada kebiasaan bagi orang Yahudi saleh di zaman
Yesus. Sudah cukup biasa bagi orang waktu itu untuk menguduskan hari dengan
berkumpul di sinagoga pagi dan sore untuk mendaraskan doa. Selain doa bersama
di sinagoga, orang Yahudi juga berdoa dalam keluarga, sekurang-kurangnya doa
sebelum makan yang berbentuk rumusan pujian kepada Allah yang memberikan
rejeki. Demikianlah sudah terjamin suatu irama doa yang menguduskan hari.
Dalam Luk 2: 19;51 Lukas
menggarisbawahi kebiasaan Maria untuk merenungkan peristiwa-peristiwa istimewa
yang dialaminya, artinya peristiwa dan perkataan yang belum jelas pada saat
itu, direnungkan terus dihadapan Tuhan sampai terang iman menyinari peristiwa
dan perkataan itu, sehingga sedikit demi sedikit arti mendalam menjadi jelas
baginya. Pada kesempatan kunjungan kepada Elisabet, Maria berdoa Magnificat. Magnificat merupakan semacam mazmur pujian dari orang-orang kristen
yahudi pada abad pertengahan. Dengan
doa itu mereka ingin memuji Allah yang sejak dulu bertindak di Israel sesuai
dengan janji-janji-Nya kepada leluhur Abraham, dan tindakan itu memuncak dalam
diri Yesus, dalam karya penyelamatan-Nya. Maria menjadi teladan dalam
menanggapi karya keselamatan melalui pujian.
Tentang Yesus ada catatan bahwa
hubungan dengan Allah semakin mendalam
(Luk 2:40, 52). Juga catatan dari Luk 2:49 tentang “harus berada dalam
rumah Bapa-Ku” menyatakan hubungan yang semakin erat antara Yesus dan Bapa. Dan
kebiasaan Yesus selama hidup publik-Nya untuk menyendiri kerap kali guna berdoa
mengandaikan suatu kebiasaan yang sudah pasti sudah berkembang di Nazaret. Hal
yang sama dapat dikatakan tentang sekian banyak pengajaran Yesus tentang doa:
pengajaran dimaksudkan untuk menanamkan dan mengembangkan dalam diri murid-murid-Nya
kebiasaan dan pengalaman pribadi selama sekian tahun.
Tentang Yusuf tiada catatan khusus,
tetapi sebagai seorang Yahudi saleh yang hidup bersama-sama Maria dan Yesus
yang sikap/ kebiasaan berdoa ditekankan, Yusuf tak dapat tidak mempunyai sikap
yang sama.
5. Penderitaan
Dalam Luk 2: 29-35 Simeon, atas
dorongan dan pengaruh Roh Kudus (Luk 2: 25-27) mengartikan peranan Yesus dalam
sejarah penyelamatan. Yesus akan menjadi kemuliaan bagi umat Israel dan sarana
penyelamatan bagi semua bangsa. Itulah peranan luhur yang akan dijalankan
Yesus. Orang tua-Nya tak dapat tidak heran dan bangga atas perkataan sehebat
itu. Namun kemudian Simeon melengkapi nubuatnya dengan suatu keterangan yang
menempatkan Yesus dalam deretan tokoh-tokoh besar PL. seperti Musa, seperti
para nabi, karya penyelamatan Yesus akan menimbulkan dua reaksi: keselamatan
bagi yang menerima Dia dan perkatan-Nya, penghancuran bagi yang menolak. Maria
sebagai orang yang berhubungam erat dengan Yesus (dan hal yang sama berlaku
bagi Yusuf) akan mengalami dalam hati seluruh derita yang disebabkan oleh
penolakan terhadap Yesus. Yesus amat menderita dari penolakan yang akan
membawa-Nya sampai Kalvari, tetapi Maria sebagai ibu-Nya akan berpartisipasi
penuh dalam derita itu. Itulah pedang yang menembus jiwanya. Sejauh Yusuf masih
mengalaminya (umumnya para ahli berpendapat, bahwa Yusuf meninggal sebelum
karya publik Yesus), hal yang sama berlaku bagi dia. Nubuat Simeon membantu
Keluarga Kudus untuk mengartikan derita yang mereka alami sebagai partisipasi
dalam karya penyelamatan Allah melalui Yesus.
6. Iman
Ciri yang paling menonjol dalam
Keluarga Kudus adalah sikap iman mereka. Kita agak mudah mengandaikan bahwa
cerita-cerita dalam Injil Kanak-kanak merupakan semacam laporan terperinci dari
peristiwa (misalnya cerita tentang Kabar Gembira). Peristiwa-peristiwa ajaib
sekitar kelahiran Yesus (kelahiran ajaib dari seorang perawan) menimbulkan
sejumlah pertanyaan mengenai Anak itu tetapi sedikit jawaban saja. Maria menjawab
“ya”. Selama 30 tahun mereka bertiga hidup dalam suasana gelap-terang yang khas
bagi kita orang beriman. Sedikit demi sedikit mereka dan kita, dalam suasana
doa dan renungan, dalam ketaatan dan keragu-raguan berkembang ke arah “ya!” bulat
kepada kehendak Bapa. Selama masa di Nazaret berkembanglah dalam diri mereka
“talenta dasar”, yakni keterbukaan bagi kehendak Allah, yang tidak/belum mereka
ketahui dengan jelas dan kesediaan mereka untuk melaksanakannya.
Semoga melalui beberapa renungan mengenai Keluarga
Kudus ini kita, keluarga-keluarga kristiani semakin dapat memaknai dengan benar
perayaan Natal yang tidak selalu harus identik dengan pesta, baju baru dlsb,
demikian pula dalam “berkatekese” tentang makna natal kepada generasi muda
maupun anak-anak. SELAMAT NATAL dan
TAHUN BARU.
Al. Bagus Irawan MSF
Catatan:
Tulisan
ini pernah dimuat dalam Majalah UTUSAN Edisi No. 12 Tahun ke- 61, Desember
2011.
No comments:
Post a Comment